Sabtu, 13 November 2010

Pengungsian Nyaman Ala GOR UNY

bDalam ketidakpastian akan berapa lama berada di pengungsian, kenyamanan sangat didambakan para pengungsi. Kenyataan bercerita sebaliknya, di banyak titik, pengungsian identik dengan keterbatasan ruang lingkup untuk “bergerak”, berekspresi serta beraktifitas.

Hanya sedikit posko pengungsian yang serius mengupayakan kenyamanan bagi pengungsi, salah satunya adalah posko pengungsian di GOR UNY. Posko ini mencoba mewujudkan kenyamanan untuk pengungsi yang berasal dari beberapa desa di lereng Merapi. Berawal dari inisiatif beberapa mahasiswa yang tergugah ingin membantu sesama, posko ini dibentuk. Awalnya, belum ada koordinasi antara mahasiswa yang satu dengan yang lain.

Mengelola Tenaga Relawan

Ketika GOR UNY dipilih sebagai alternatif lokasi pengungsian, banyak mahasiswa yang bergabung menjadi relawan. Jika ditotal jumlahnya mencapai empat ratus mahasiswa. Pengelolaan tenaga relawan dibutuhkan di saat seperti ini, maka dilakukan pembagian kerja berdasarkan keahlian masing-masing.

Untuk melancarkan kegiatan kerelawanan, dibentuklah sepuluh divisi yang akan menangani permasalahan yang berbeda-beda. Diantaranya adalah koordinator umum, koordinator logistik, koordinator kesehatan, koordinator kebersihan, koordinator pendidikan, koordinator pendampingan, koordinator keamanan, koordinator perlengkapan, koordinator dapur umum, dan koordinator informasi.

Selain berdasarkan bidang kerja, pembagian juga dilakukan berdasarkan waktu kerja. Misalnya jadwal pagi dari pukul 07.00 – 17.00 WIB dan jadwal sore dari pukul 17.00 – 07.00 WIB. Namun, tidak ada jadwal ketat yang mengatur relawan harus berada pada shift pagi atau sore. Pengaturan shift ini bisa dilakukan dengan mudah karena sebagian besar relawan adalah mahasiswa UNY. Memang, ada bantuan relawan dari pihak luar UNY, namun jumlahnya hanya beberapa orang saja. Misalnya, dua orang dari militer untuk keamanan dan beberapa orang dari PMI untuk kesehatan.

Mengelola Kebersihan Posko

Kebersihan yang menjadi faktor utama kenyamanan, diatur divisi kebersihan. Divisi ini membagi diri menjadi empat divisi kecil yaitu; kebersihan kamar mandi, kebersihan sampah dalam, kebersihan sampah luar, serta tambahan baru yakni divisi pencucian pakaian, layaknya fasilitas laundry.

Banyaknya pengungsi yang berjumlah lebih kurang 1250 orang tidak membuat aktivitas kebersihan posko terganggu. GOR UNY memiliki sembilan ruang MCK yang berisi 18 WC dan 24 shower. Lalu, ada pula pembagian jadwal penggunaan kamar mandi, seperti pembagian jam untuk anak-anak, wanita dan pria. Setiap hari, ruang MCK selalu dibersihkan, minimal tiga kali, yaitu pagi, siang dan sore. Terdapat relawan yang bertugas membersihkan ruang MCK secara bergiliran. Selain pada waktu-waktu reguler tersebut, ruang MCK ini juga segera dibersihkan ketika sudah terlihat kotor.

Mengelola Kegiatan Posko

Bermacam kegiatan juga dilakukan demi mengurangi kejenuhan pengungsi yang hampir satu minggu berada di pengungsian. Bangunan yang luas dimanfaatkan untuk kelas-kelas pembelajaran anak. Anak-anak dikumpulkan berdasar usia lalu diberikan pelajaran sesuai apa yang telah didapatkan di sekolah.

Untuk pengungsi usia remaja dan dewasa, ada kegiatan yang lebih tepat. Para remaja putri dan ibu-ibu diajak untuk belajar memasak dan membuat kue. Sedangkan para pemuda dan bapak-bapak diberikan pembelajaran tentang otomotif dan elektronik.

Selain itu, terdapat juga pendamping untuk masing-masing kavling pengungsi, yang bertugas memberitahukan atau membimbing pengungsi yang bingung dengan lokasi di GOR UNY. Kegiatan tidak hanya diisi oleh relawan UNY, namun terkadang ada relawan dari universitas lain yang juga mengisi kegiatan, misalnya simulasi erupsi gunung Merapi dari mahasiswa UGM.

Kegiatan trauma healing juga dilakukan untuk mengurangi tingkat kejenuhan dan kekhawatiran pengungsi. Untuk kegiatan ini, sebagian besar relawan berasal dari mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling. Namun mereka tidak diperkenankan untuk memberikan solusi, hanya sebagai tempat berkeluh kesah pengungsi. “Ya kayak gini, hanya sebagai tempat sampah abadi bagi pengungsi”, ungkap Dian, mahasiswi angkatan 2010 yang juga seorang relawan.

Mengelola Dapur Umum

Kegiatan dapur umum dibantu warga dari Samirono dan Notoprajan. Bantuan tersebut berupa tenaga untuk memasak dari pagi hingga sore hari. Untuk konsumsi pengungsi, dapur umum membutuhkan 530 kg beras perhari untuk kebutuhan lebih kurang 1600 orang pengungsi dan relawan.

Berbeda dengan divisi lain, tim di divisi ini adalah orang-orang yang saling mengenal dan solid. Simon, ketua dapur umum menjelaskan bahwa divisi dapur umum memang harus terdiri dari orang-orang yang saling mengenal. Pekerjaan di dapur umum membutuhkan koordinasi yang tinggi, bukan hanya dengan para relawan dari universitas, tapi juga dengan warga luar.

Pemberdayaan Pengungsi?

Pengelola posko pengungsian GOR UNY telah berhasil mewujudkan kenyamanan bagi pengungsi yang tinggal di posko mereka. Segalanya terlayani, bahkan untuk mencuci pakaian pun ada layanan laundry gratis untuk pengungsi dan relawan. Namun, yang perlu dipikirkan lebih jauh adalah pemberdayaan pengungsi, karena sebenarnya para pengungsi secara fisik sehat dan mampu beraktivitas sebagaimana biasanya.

Barangkali, akan lebih tepat jika pengungsi dilibatkan dalam berbagai kegiatan di posko, misalnya saja dalam aktivitas bersih-bersih kamar mandi, dapur umum, laundry, ataupun pembejalaran. Ibu-ibu pengungsi tentu saja bisa membantu di dapur umum. Anak-anak, dengan pendekatan edukatif dan rekreatif, sesekali bisa diajak untuk bersih-bersih posko. Sangat mungkin, diantara para pengungsi ada yang memiliki ketrampilan tertentu yang bisa diajarkan pada pengungsi lainnya. Setuju?

Anggi Septa Septa Sebastian & Erny Mardhani

Laporan ini merupakan kerjasama antara Jalin Merapi, Program Peduli Merapi Radio Republik Indonesia, dan Program Studi Ilmu Komunikasi UII

1 komentar:

  1. wahhh masnya gag minta ijin yaa pas ngeposting tulisan ini di blognya???? hayooo????

    BalasHapus