Sabtu, 13 November 2010

Minta Bantuan, Birokrasi Berbelit-Belit

JALIN MERAPI (Klaten, 12/11/2010) – Ketika ketersediaan barang bantuan di posko pengungsian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Klaten berlebih, sejumlah lokasi pengungsian yang tersebar di 25 kecamatan di Kabupaten Klaten, terutama yang bertempat di rumah-rumah warga justru kekurangan bantuan.

Posko pengungsian di Komplek Pemkab dan DPRD selama ini memang menjadi titik yang paling sering kedatangan bantuan. Di samping lokasinya strategis, posko ini telah ditetapkan oleh Pemkab Klaten sebagai Posko Pusat yang langsung dipimpin oleh Bupati Klaten. Oleh karena itu, bantuan yang datang sangat banyak, bahkan beberapa di antaranya berlebih, seperti air mineral dan baju layak pakai yang menumpuk di gudang.

Memang sejak Sabtu (6/11/2010) lalu, berdasarkan hasil rapat bersama para Camat, pengungsi yang tinggal di desa-desa yang tersebar di beberapa kecamatan sudah dilimpahkan menjadi tanggungjawab pemerintah tingkat desa dan kecamatan. Hal ini semakin dipertegas dengan keluarnya surat edaran Bupati Klaten Nomor 361/485/02 tanggal 8 November lalu perihal Penertiban Distribusi Bantuan Logistik yang mensyaratkan bahwa dalam setiap permohonan bantuan dari berbagai lokasi pengungsian kepada Posko Pusat harus melalui izin dari kepala desa dan kecamatan, baru kemudian bantuan bisa turun.

Pemkab Klaten menilai bahwa prosedur yang ditetapkannya itu diperlukan guna mencegah adanya manipulasi dari oknum yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan bantuan dengan semaunya sendiri. “Kalau bantuannya dimanfaatkan orang yang tak bertanggungjawab, kasihan orang lain yang sangat membutuhkan,” ungkap Suwardi, Kabag Kesra Pemkab Klaten.

Sementara itu, sebagian relawan dan pengungsi yang mengetahui dan pernah menjalankan prosedur ini mengungkapkan bahwa birokrasi seperti ini terlalu rumit dan bertele-tele sehingga kurang efisien. “Kalau harus mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh Pemkab, keburu kelaparan duluan nih para pengungsinya,” ungkap salah seorang relawan. Bahkan, sejumlah relawan ada yang sempat ‘mencegat’ barang bantuan yang menuju posko pusat karena jengah dengan prosedur birokrasi. Padahal, lokasi pengungsian di daerahnya sangat membutuhkan bantuan.

Menyikapi kondisi birokrasi penyaluran bantuan yang dinilai sejumlah pihak terlalu bertele-tele, Kukuh Riyadi, Camat Kecamatan Kebonarum, Klaten menyatakan bahwa pendataan pengungsi dari pemerintah desa dinilainya terlalu lambat, dan akibatnya menyulitkan distribusi bantuan. “Saya sudah instruksikan pada Kepala Desa untuk segera melakukan pendataan, namun masih lambat. Belum lagi armada untuk mengangkut barang yang belum tentu ada,” ungkap Kukuh.

Sementara, Direktur COMBINE Resource Institution, A Nasir, menyatakan bahwa sebenarnya tidak perlu ada birokrasi yang berbelit-bleit. “Yang penting adalah pendataan dengan cepat dan akurat. Kita juga bisa memanfaatkan SMS untuk menyikapi jumlah pengungsi yang bisa berubah sewaktu-waktu,” ungkap direktur salah satu lembaga nonprofit yang turut serta dalam upaya tanggap bencana ini.

Di samping itu, prosedur distribusi bantuan juga tidak boleh dibuat terlalu rumit karena pada kondisi krisis dalam keadaan bencana distribusi bantuan harus cepat dan efektif mengingat terkait kebutuhan yang harus segera dipenuhi. “Prosedur distibusi bantuan yang berbelit-belit menunjukkan cara berfikir yang tidak punya sense of crisis. Di tengah kondisi bencana saat ini, cara seperti ini (yang birokratis dan berbelit-belit) tak layak untuk dijalankan,” tutur Nasir.

Noveri Faikar Urfan, Mimin Ambarwati

Laporan ini merupakan kerjasama antara Jalin Merapi, Program Peduli Merapi Radio Republik Indonesia, dan Program Studi Ilmu Komunikasi UII

Tidak ada komentar:

Posting Komentar